Sejarah Islam

Manusia bijak adalah manusia yang mengetahui & belajar dari sejarah

Muslim Bantah Shavanas ttg Usia Aisya/Aisha

Menanggapi “Muslim bantah Shavanas ttg Usia Aisya/Aisha” oleh Poligami [lihat: muslim-bantah-shavanas-ttg-usia-aisya-aisha-t38056/?hilit=shavanas ], dengan ini saya menyampaikan terjemahan dari The Age of Aishah’s Marriage Between Historians and Hadith Scholars yang bisa di donlot dari http://www.mediafire.com/?moeondthmmv (special thanks to Poligami).

terjemahan ini saya dedikasi kepada Tuanku aka Dorama dan semua Muslim yang masih punya hati nurani yang tidak dapat menerima bahwa nabi mereka ngeseks dgn Aisha saat berusia 9.

Silahkan disanggah pendapat Ayman bin Khalid, rekan se-ukuwahmu.

Best regards
Kaffir with brain

UMUR AISHA PADA SAAT KAWIN, DARI SUDUT PANDANG SEJARAWAN & PAKAR HADITS
Ditulis oleh : Ayman Bin Khalid
Editor : diedit oleh tim Multaqa Ahl al-Hadeeth
Silahkan kunjungi http://ahlalhdeeth.com/vbe/index.php (English) atau http://ahlalhdeeth.com/vb/index.php (Bahasa Arab) untuk mendapatkan literatur dan diskusi yg lebih bermanfaat.

Atas nama allah yg ditinggikan yg sudah selayaknya ditinggikan, pribadi yg menuntun siapapun yg ia kehendaki dan yang menyesatkan siapapun yang ia kehendaki. Kami awali dengan sikap hati yg berserah kepada allah

Prolog : Tujuan dari penulisan dan presentasi topik ini

Belakangan, ada usaha2 jahat dari pihak2 tertentu untuk menyebarkan keraguan mengenai umur Ummul Mukminin, Aisha ra, saat menikah dengan sosok terbaik dari seluruh umat manusia Nabi Muhammad. Ada pihak yang menolak bahwa Aisha berumur 6 tahun saat ia menikah dengan Nabi dan berumur 9 tahun saat Nabi menggaulinya.

Tuduhan palsu ini juga berusaha untuk menulis ulang sejarah dengan berkata bahwa Aisha berumur 18 tahun pada saat perkawinannya yang oleh karenanya bertentangan dengan apa yg sudah terbukti sahih dari Hadits yg sudah disetujui oleh para pakar Islam dan kaum terpelajar.

Sungguh, mengapa kita harus bertanya2 akan fenomena ini padahal kita telah diberitahu oleh Nabi sendiri saat ia berbicara mengenai penegakan hari Kiamat.

Abu Hurairah menceritakan bahwa Sang Rasul berkata :

Pada hari kesudahan, akan banyak pembohong2 dan pemalsu2. Mereka akan datang padamu dengan kisah2 yg baik engkau dan ayahmu belum pernah mendengar. Jadi biarkanlah dirimu dan mereka (mis: ayahmu) berhati2 dan berjaga2 agar orang2 tersebut tidak menyesatkan dan menggoda engkau.
Sahih Muslim, hadeeth no. 16 dalam introduksi Muslim. Juga lihat Sahih Ibn Hibban no.6766 (Shuaib Al-Arnaut menyatakan isnadnya sbg otentik), Musnad Ahmad no. 8250, Mustadrak Al-Haakim no. 351, dan Musnad Abee Yaala no. 6384.

Dengan demikian, setelah menyelesaikan doa istikhaara (doa minta petunjuk pada saat hendak membuat keputusan), aku menulis sanggahan terhadap serangan ini dengan tujuan untuk mengklarifikasi masalah ini kepada orang2 beriman akan tuduhan2 ini. Hal ini karena ada serangan ganda:

  1. yg pertama menyebarkan keraguan di hati Muslim mengenai keaslian Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, dua buku yg menurut konsensus (kesepakatan bersama) para kaum terpelajar Muslim adalah buku yg paling mendekati keasliannya setelah Quran.
  2. Yg kedua, tujuannya adalah untuk mencemooh dan meremehkan status dari kaum terpelajar atau pakar Hadits kita yang mendedikasikan hidupnya untuk menyampaikan kebenaran ini kepada khalayak ramai demi kepentingan Islam/Allah.

Penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui bahwa verifikasi terhadap Hadits dilakukan kaum terpelajar terhormat, yg menghabiskan waktu dan berusaha demikian kerasnya untuk mempelajari Hadits dengan tujuan untuk memverifikasi Hadits2 tsb yang oleh karena itu menyucikan/membersihkan Sunnah dari kisah2 yg lemah serta usaha2 pemalsuan.

Karena itu, pemeriksaan secara teliti dari konteks dan hubungan berantai dari narrator dari semua Hadits di Sahih Bukhari dan Sahih Muslim dipimpin oleh kaum terpelajar terhormat di masa lalu. Pada akhirnya, mereka semua (kaum terpelajar yg mempelajari Hadits) menyimpulkan bahwa kedua buku tersebut tanpa ragu adalah sebagai buku yg sahih/asli (This reference is to all the mawsool (connected) hadeeths in these two books.). Terlepas dari hal ini, dikarenakan kedunguan, kita menemukan beberapa Muslim bukan hanya membela gagasan tak berdasar dari hadists2 lemah di kedua buku ini, namun juga menyombongkan gagasan mereka seakan-akan mereka telah menyelesaikan pencapaian besar yg patut mendapatkan perhatian dari khalayak ramai atau telah memberikan keuntungan bagi umat.

Pada artikel ini, saya mempresentasikan pembuktian kesalahan dari tuduhan2 palsu tersebut. Dalam artikel ini, saya hanya menggunakan sumber yg otentik/asli sama seperti sumber yg digunakan oleh penulis dalam mempresentasikan tuduhan2 palsunya. Saya hanya mencari kepuasan rohani pribadi dan hadiah dari Allah, yg dimana tak akan mampu kulakukan tanpa hidayah dari Allah.

Dengan ini saya menyatakan apapun yg saya nyatakan dalam artikel ini adalah benar dari Allah dan apapun yg tidak benar adalah dari Shaytaan (Setan).

PENDAHULUAN

Sebelum memasuki bab berikut, pembaca seharusnya mengingat/mencatat poin2 penting berikut ini:
1. Tuduhan2 palsu tersebut banyak didasarkan pada bukti2 sejarah didalam buku yang berisi berbagai kisah yg tidak sahih, seperti yg dinyatakan oleh penulis itu sendiri. Kisah2 tersebut umumnya ditemukan dalam buku2 sejarah. Hal dibawah ini adalah apa yg dikatakan Abu Jafar At-Tabari, penulis Tarikh At-Tabari, salah satu buku sejarah yg paling terkenal, dalam pendahuluan bukunya:

Dengan ini saya menyatakan bahwa berita2 dan kisah2 yg ada dalam bukuku yang oleh pembaca dirasakan aneh atau salah, tidak dapat dipercaya, janggal atau tidak akurat, pada kenyataannya merupakan kisah2 yg saya dengar dari orang lain yg sudah saya nyatakan dalam bukuku dikarenakan kisah2 dalam bukuku adalah tanpa campur tangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak luar. Oleh karena itu saya menyatakan diri tidak bertanggung jawab atas isi dari bukuku. (Tarikh At-Tabari, 1/8)

2. Sejarahwan cenderung untuk menyebutkan/menyebarkan semua berita terlepas dari apakah berita itu aneh, palsu atau aneh tanpa verifikasi terhadap ke-otentikan dari berita tersebut. Metode ini sudah selalu menjadi pegangan bagi sejarahwan dikarenakan tugas mereka terbatas hanya untuk menceritakan apa yg mereka dengar, dan pada beberapa kasus yg lain mereka mengklarifikasi berita tersebut atau mengalihkan tugas klarifikasi tersebut kepada kaum terpelajar yg mendatangi mereka untuk mengklarifikasi berita tersebut.

3. Kebanyakan jenis2/tipe dari kisah2 dari buku sejarah tersebut tidak ada hubungan berantai dengan para narrator yg lain.

4. Sumber yg diakui kebenarannya harus sahih dan memenuhi dua syarat : sanad (hubungan berantai dari narrator yg lain) dan matan (text dan context dari kisah tersebut). Jika tidak lolos sensor akan 2 hal tersebut, maka kisah tersebut bisa diabaikan.

5. Untuk kisah yg tidak sahih atau kisah yg tidak bisa diperiksa keasliannya dikarenakan kurangnya hubungan berantai antar narrator, atau ada kisah lain yg sahih yg bertentangan dengan kisah tersebut, maka kisah yg sahih mendapatkan prioritas yg utama karena kisah yg sahih tidak bisa dinyatakan invalid oleh segelintir kisah2 yg tidak sahih.

Untuk kisah yg tidak sahih atau kisah yg tidak bisa diperiksa keasliannya dikarenakan kurangnya hubungan berantai antar narrator, atau TIDAK ada kisah lain yg sahih yg bertentangan dengan kisah tersebut, maka kita tetap tidak bisa menerima kisah tersebut dikarenakan kisah tersebut hanya menawarkan kemungkinan2 dan asumsi tanpa adanya kepastian.

I. ARGUMEN YANG MENYATAKAN BAHWA MENIKAHI GADIS 9 TAHUN ADALAH HAL YANG TIDAK DAPAT DITERIMA OLEH NORMA KEBUDAYAAN ARAB

Penulis argumen ini menyatakan : ”Sebagai permulaan, saya rasa adalah tanggung jawab bagi semua orang yang percaya bahwa menikahi gadis semuda 9 tahun adalah hal yg dapat diterima oleh norma kebudayaan Arab, setidak2nya memberikan beberapa contoh untuk memperkuat pandangan mereka”

Argumen in jelas2 lemah dikarenakan dua hal:

  1. Struktur dari argumen tersebut,
  2. Kepada siapa seharusnya beban pembuktian ini ditujukan.

NORMA ITU BERDASARKAN PUBERTAS, BUKAN UMUR
Struktur dari argumen tersebut menyesatkan dikarenakan si penulis menggunakan umur sebagai kunci sementara kata kunci yg benar seharusnya pubertas. Aisha mencapai pubertasnya pada saat ia berumur 9 tahun dimana hal tersebut disetujui oleh kaum Islam terpelajar, yang membuatnya sama dengan wanita manapun yg siap untuk dinikahi.

BUKTI BAHWA NORMA ITU BERDASARKAN PUBERTAS, BUKAN UMUR
Penulis meminta kita untuk menunjukkan bukti yg mendukung bahwa norma menikahi gadis 9 tahun diterima oleh kebudayaan Arab, dimana pada kenyataannya dia yang seharusnya memberikan bukti yg mendukung pendapatnya karena dialah yang menentang norma yg ada yaitu norma berdasarkan pubertas. Meskipun demikian, demi kepentingan berargumentasi, saya mempersiapkan ayat2 berikut sebagai bukti bahwa norma menikahi gadis 9 tahun sudah dikenal, dan diterima oleh kebudayaan Arab

1. Imam Ash-Shafi’e berkata
Selama aku tinggal di Yamen, saya bertemu dengan gadis2 berumur 9 tahun yg mengalami menstruasi begitu sering (Siyar A’lam Al-Nubala’, 10/91)
2. Dia (Ash-Shafi’e) juga berkata
Saya telah melihat di kota Sana (di Yemen), seorang gadis yg telah menjadi nenek pada umur 21 tahun. Dia menstruasi pada umur 9 tahun dan melahirkan pada umur 10 tahun (Sunan Al-Bayhaqi Al-Kubra, 1/319).
3. Ibn Al-Jawzi menceritakan cerita yg sama dari Ibn U’qail dan Abbad ibn Abbad Al-Muhlabi

Abbad ibn Abbad Al-Muhlabi berkata:

Saya menyaksikan wanita dari Muhlabah yg menjadi nenek pada usia 18 tahun. Dia melahirkan pada usia 9 tahun, dan anak perempuannya melahirkan pada umur 9 tahun juga, jadi wanita tersebut menjadi nenek pada usia 18 tahun (Tahqeeq Fi Ahadeeth Al-Khilaf, 2/267)

II. ARGUMEN YANG MENYATAKAN BAHWA KEBANYAKAN KISAH2 TERSEBUT HANYA DISAMPAIKAN MELALUI HISHAM IBN ‘URWAH YANG KREDIBILITASNYA TIDAK DAPAT DIPERCAYA

Penulis argumen ini menyatakan : “Kebanyakan kisah2 tersebut hanya disampaikan oleh Hisham ibn ‘Urwah dibawah otoritas dari ayahnya, ‘Urwah ibn Az-Zubair, keponakan dari Aisha. Kisah sepenting perkawinan Aisha logisnya seharusnya disampaikan oleh lebih dari sekedar segelintir orang”

Lagi-lagi si penulis berusaha menyampaikan argumen yg sia-sia yang pada akhirnya menyingkapkan kebodohan dari si penulis akan sains dari Hadits. Lebih lanjut lagi, hal tersebut mengindikasikan bahwa si penulis hanya copy paste argument tersebut tanpa mengerti apa yg tertulis dari kisah tersebut.

RUTE LAIN YG DIGUNAKAN UNTUK MENCERITAKAN HADITS
Hadits, yg menyampaikan umur Aisha adalah 9 tahun pada saat ia telah menikah, dikisahkan oleh narrator lain sebagai berikut:
1. Muslim yg Sahih
Aisha → ‘Urwah → Az-Zuhree → Mamar → Abdur Razaaq → Abd ibn Humaid →Muslim
Aisha menyampaikan bahwa Nabi menikahinya pada saat Aisha berumur 7 tahun, dan membawanya ke rumah Nabi sebagai pengantin pada saat Aisha berumur 9 tahun, dimana Aisha membawa bonekanya bersamanya, dan pada saat Nabi meninggal, Aisha berusia 18 tahun (Sahih Muslim (Eng. Trans.), no. 3311).

Note: Beberapa kisah menyatakan bahwa umur Aisha adalah 6 tahun sementara yg lain menyatakan bahwa ia berumur 7 tahun. Imam An-Nawawi pada saat ia berkomentar akan Hadits di Sharh of Saheeh Muslim menyatakan bahwa Ad-Dawoodee berkata:
“Berkenaan dengan kisah dimana dia (Aisha) menyatakan dia berumur 7 tahun sementara kebanyakan kisah menyatakan ia berumur 6 tahun, kedua narasi tersebut dapat direkonsiliasi dengan fakta bahwa dia berumur 6 tahun ditambah beberapa bulan. Karena itu di beberapa kisah Aisha hanya menyebutkan umurnya saat itu, sementara di kisah yg lain Aisha bermaksud untuk menyatakan umurnya di masa yg akan datang, dan hanya Allah yang paling mengetahui akan hal ini”

Aisha → Al-Aswad → Ibraheem → Al-A’amash→ Abu Mua’awiyah → Yahya ibn Yahya, Ishaaq ibn Ibraheem, Abu Bakr ibn Abee Shaibah and Abu Kuraib → Muslim
Aisha menceritakan bahwa Rasul menikahinya pada saat Aisha berumur 6 tahun dan tinggal bersamanya pada saat Aisha berumur 8 tahun dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun (Sahih Muslim, no. 1422)

2. Sunan Abu Daud
Aisha → Yahya (ibn Abdur Rahmaan ibn Haatib) → Muhammad (ibn Amr) → the father of U’baidullah ibn Muadh → Ubaidullah ibn Muadh → Abu Dawood
Yahya(ibn Abdur Rahman ibn Haatib) menceritakan bahwa Aisha berkata: “Saya datang ke Medinah dan tinggal di rumah Bani Al-Harith ibn Al-Khazraj” kemudian dia (Aisha) berkata: ”Demi Allah, saya sedang bermain ayunan yg diikatkan pada 2 pohon palem. Pada saat itu, rambutku sudah tumbuh hingga mencapai telingaku. Maka ibuku datang dan menurunkan aku dari ayunan dan membawaku, supaya mereka dapat mendandaniku dengan pakaian yg pantas, kemudian mengirimkan aku ke Nabi yg kemudian menggauli (consummated the marriage) aku pada saat aku berumur 9 tahun” (Sunan Abee Dawood, no. 4937. Al-Albaani declared it to be authentic (hasan sahih))

3. Sunan An-Nasaaee
Aisha → Abu Salamah ibn Abdur Rahman → Muhammad ibn Ibraheem → I’maraibn Ghazya → Yahya ibn Ayub → the paternal uncle of Ahmad ibn Sa’d ibn Al-Hakam ibn Abee Maryam → Ahmad ibn Sa’d ibn Al-Hakam ibn Abee Maryam ->An-Nasaaee
Abu Salam Bin Abdulrahman menceritakan dari Aisha bahwa Rasul menikahinya pada saat Aisha berumur 6 tahun dan tinggal bersamanya pada saat Aisha berumur 9 tahun (Sunan An-Nasaaee, no. 3379. Al-Albaani declared it to be authentic (sahih))
Aisha → Abu U’baidah → Abu Ishaaq → Mutarrif → A’bthar → Qutaibah → An-Nasaaee
Aisha berkata, “Rasul menikahiku pada saat umur 9 tahun dan aku tinggal bersamanya selama 9 tahun” (Sunan An-Nasaaee, no. 3257. Al-Albaani declared it to be authentic (sahih))

Aisha → Al-Aswad → Ibraheem → Al-A’amash → Abu Mua’awiyah →
Muhammad ibn Al-A’laa’ and Ahmad ibn Harb → An-Nasaaee
Al-Aswad menceritakan dari Aisya bahwa Rasul menikahinya pada saat Aisha berumur 6 tahun, tinggal bersamanya pada saat Aisha berumur 9 tahun, dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun (Sunan An-Nasaaee, no. 3258. Al-Albaani declared it to be authentic (sahih)).

4. Sunan ibn Majah
Abdullah → Abu Ubaidah → Abu Ishaaq → Israeel → Abu Ahmad→ Ahmad ibn Sinan → Ibn Majah
Abdullah berkata “Nabi menikahi Aisha ketika ia berumur 7 tahun dan consummated the marriage (menggauli)nya pada aat Aisha berumur 9 tahun, dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun”. (Sunan Ibn Majah (Eng. Trans.), no. 1877. Al-Albaani and Zubair Ali Zai both declared it to be authentic (sahih).)

5. Musnad Ahmad ibn Hanbal
Aisha → Al-Aswad → Ibraheem → Al-A’amash → Abu Mua’awiyah→ the father of Abdullah → Abdullah → Ahmad ibn Hanbal
Al Aswad menceritakan dari Aisyah bahwa Rasul menikahinya pada saat Aisha berumur 9 tahun dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun (Musnad Ahmad, no. 24152. Shuaib Al-Arnaut said that its chain was authentic (sahih) according to the
conditions of the 2 Shaikhs (i.e. Bukhari and Muslim).).

6. Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra
Aisha → Al-Aswad → Ibraheem → Al-A’amash → Abu Mua’awiyah → Yahya ibn Yahya → Abu Ja’far Muhammad ibn Al-Hajjaaj Al-Waraaq → Abu Abdullah Muhammad Ibn Ya’qoub → Abu Abdullah Al-Haafidh → Al-Baihaqi
Al-Aswad menceritakan dari Aisyah bahwa Rasul menikahinya pada saat Aisha berumur 6 tahun dan tinggal serumah pada saat Aisha berumur 9 tahun dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun (Sunan Al-Baihaqi, no. 13437).

7. Mustadrak Al-Haakim
Jaabir → Yazeed ibn Jaabir → Abdullah ibn Abdur Rahman ibn Yazeed ibn Jaabir →Abu Mushar Abdul A’laa ibn Mushar → Ibraheem ibn Al-Hussain ibn Daizeel →Ahmad ibn U’baid ibn Ibraheem Al-Asdee, the Haafidh of Hamdan → Al-Haakim
Jaabir menceritakan bahwa Nabi menikahi Aisha pada saat Aisha berumur 7 tahun, consummate the marriage (menggauli)nya pada saat Aisha berumur 9 tahun dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun dan Aisha sendiri meninggal pada masa Khalifah Mua’wiyah pada tahun 57 AH (Mustadrak Al-Haakim, no. 6714).

8. Al-Mujam Al-Kabeer of At-Tabaraani
Abdullah → Abu U’baidah → Abu Ishaaq→ Shareek → Yahya ibn Adam → AbdurRahman ibn Saalih Al-Azdee → Muhammad ibn Moosaa ibn Hammaad Al-Barbaree→ At-Tabaraani
Abdulah menceritakan bahwa Nabi menikahi Aisha ketika Aisha berumur 6 tahun dan consummated the marriage with her (menggauli)-nya pada saat Aisha berumur 9 tahun dan meninggal pada saat Aisha berumur 18 tahun (Al-Mujam Al-Kabeer, no. 10279).

Qataadah → Sa’eed ibn Abee U’roba → Zuhair ibn Ala’la Al-Qaisee → Ahmad ibn Al-Miqdaam → Muhammad ibn Ja’far ibn Ai’n Al-Baghdaadee → At-Tabaraani
Qataadah berkata: “Nabi menikahi Aisha bint Abee Bakr As-Siddeeq ketika ia berumur 6 tahun dan ia tidak menikahi gadis perawan selain Aisha. Mereka berkata bahwa Jibreel berkata kepada Nabi: “Inilah istrimu” sebelum Nabi menikahi Aisha, oleh sebab itu Nabi menikahi Aisha di Makkah sebelum hijrah (imigrasi dari Makkah ke Madeenah) dan hanya setelah kematian istri pertamanya Khadijah. Kemudian Nabi consummated the marriage (menggauli)-nya di Madeenah pada saat Aisha berumur 9 tahun dan pada saat Aisha berumur 18 tahun, Nabi meninggal” (Al-Mujam Al-Kabeer, no. 40)

Aisha → Al-Qaasim ibn Muhammad → Sa’d ibn Ibraheem → Sufyaan →
Muhammad ibn Al-Hassan Al-Asdee → Al-Hassan ibn Sahal Al-Hannat →
Muhammad ibn Abdullah Al-Hadramee → At-Tabaraani

Aisha berkata:”Saya menikah dengan Rasul ketika aku berumur 6 tahun, kemudian ia consummate the marriage (menggauli)-ku pada saat aku berumur 9 tahun” (Al-Mujam Al-Kabeer, no. 52)

Aisha → Abu U’baidah → Abu Ishaaq → Mutarrif → A’bthar ibn Al-Wasim →Sa’eed ibn Amr Al-Sha’athi → Muhammad ibn Abdullah Al-Hadramee → At-Tabaraani
Aisha berkata:”Rasul menikahiku pada saat aku berumur 9 tahun dan aku hidup bersamanya selama 9 tahun kemudian” (Al-Mujam Al-Kabeer, no. 53)

Abu Maleekah → Abu Usaama → Al-Ajla’e Abdullah ibn U’mar ibn Abbaan →Muhammad ibn Abdullah Al-Hadramee → At-Tabaraani
Abu Maleekah berkata:”Nabi meminta kepada Abu Bakr untuk memberikan Aisha kepada dirinya untuk dinikahi dan Abu Bakr pada saat itu sudah memberikan Aisha kepada Jubair ibn Mutam . Kemudia Abu Bakr menarik janjinya kepada Jubair ibn Mutam dan memberikan Aisha untuk dinikahi oleh Rasul. Aisha berumur 6 tahun pada saat itu sehingga Nabi menunggu selama 3 tahun kemudian consummated the marriage (menggauli)-nya pada saat Aisha berumur 9 tahun” (Al-Mujam Al-Kabeer, no. 62)

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa Hadits ini (Hadits yg disampaikan oleh Hisham ibn ‘Urwah) juga dikisahkan oleh banyak sumber diluar Hisham ibn ‘Urwah. Penulis sepertinya mengkritik kisah yg dibuat oleh Hisham Ibn ‘Urwah di Irak. Hal yg bias dari penulis ini menjadi jelas dimana orang lain bisa melihat bahwa Penulis terpaksa mengambil jalan untuk membingungkan pembaca dan pernyataan2 yg menyesatkan dalam usahanya untuk memperkuat opininya.

Lagi-lagi hal ini menunjukkan bahwa Penulis tidak punya pengetahuan apapun mengenai sains dari Hadits. Sebagai tambahan, salah satu kisah di Musnad Ahmad yg disampaikan Hisham berisi narrator2 yg bukan berasal dari Irak :
Aisha → ‘Urwah → Hisham ibn ’Urwah → Abdur Rahman → Sulaiman ibn Dawood→ the father of Abdullah → Abdullah → Ahmad ibn Hanbal
Aisha berkata:”Aku menikah dengan Rasul di Makkah, setelah kematian Khadijah, ketika aku berumur 6 tahun, dan Nabi consummated the marriage with me (menggauli)-ku di Madeenah ketika aku berumur 9 tahun” (Musnad Ahmad, no. 24867)

Note : Kisah ini dinyatakan sahih/asli oleh Shuaib Al-Arnaut. Tolong diingat bahwa Abdur Rahman (ibn Abee Al-Zinaad) adalah Hasan al-hadith dan Ibn Mu’een berkata bahwa dia (Hasan al-hadith a.k.a Abdur Rahman) adalah orang yg memiliki ingatan terbaik dan pelestari dari kisah2 dari Hisham ibn ‘Urwah. Jadi bahkan jika kita berasumsi bahwa Abdur Rahman mendengarkan kisah ini di Irak kemudian mengetahui kaum terpelajar telah mengatakan beliau adalah orang yg paling tepat menceritakan kisah dari Hisham, maka cukup untuk menyatakan bahwa kisahnya dapat dipercaya.

APA PANDANGAN DARI KAUM TERPELAJAR TERHADAP HISHAM IBN ‘URWAH

Para sarjana menyatakan hal2 sebagai berikut mengenai Hisham Ibn ‘Urwah (Tahdhib at-Tahdhib dibawah Hisham ibn U’rwah):

– Al- I’ jli berkata : “Dia adalah orang yg thiqah (dapat dipercaya)”
– Muhammad ibn Sa’d berkata :“Dia adalah narrator yg thiqah yg menceritakan banyak Hadits dan dia adalah hujjah (sebuah kata yg bermakna jauh lebih kuat dibandingkan thiqah, hujjah dapat juga diartikan sebagai sifat/karakter dari yg bersangkutan yang sudah cukup untuk dijadikan bukti)”
– Abu Hatim berkata : “Dia adalah orang yang thiqah dan seorang iman (atau pemimpin) dari Hadits”
– Ya’ qub ibn Shaibah berkata : “Dia adalah orang yang bersungguh-sungguh terhadap apa yg ia ingat dan dia adalah seorang yg thiqah. Tak seorang pun yg menolak Hadits yg disampaikannya hingga suatu saat ia pergi ke Irak dimana dia mulai menceritakan Hadits dari ayahnya sementara pada kenyataannya dia mendengar Hadits tersebut dari orang lain yg mendengarnya dari ayahnya.”
– Abdur Rahman ibn Khirasj berkata: “Maalik tidak senang dengan Hisham. Namun, Hisham adalah orang yg jujur dan cerita yg dikisahkannya dianggap sebagai Hadits yg paling otentik dibandingkan Hadits yg lain. Saya diberitahu bahwa Maalik tidak menyukainya dikarenakan kisah2 Haditsnya kepada rakyat Irak. Hisham pergi ke Kufa 3 kali. Suatu saat ia berkata “Ayahku berkata kepadaku bahwa dia mendengar Aisha…” dan di lain waktu Hisham bercerita Hadits yg sama dengan mengatakan “Ayahku berkata kepadaku bahwa Aisha…” dan yg ketiga kali Hisham bercerita “Ayahku menceritakan bahwa Aisha…” ”

Ibn Hibban menyebutkan Hisham dalam bukunya Thiqaat (buku yg berisi narrator2 yg dapat dipercaya) sebagai berikut:
Hisham ibn ‘Urwah ibn Az-Zubair ibn Al-A’wwam Al-Asdee adalah orang yg dikenal juga sebagai Abu Al-Mundhir. Hisham melihat Jaabir ibn Abdullah dan Ibn ‘Umar dan menceritakan cerita Hadits tersebut dari Wahab ibn Keesan dan group Tabi’een. Hisham meninggal setelah perang Al-Hazeemah pada tahun 145 atau 146 AH dan ia dilahirkan pada tahun 60 or 61 AH. Dikatakan bahwa ia meninggal pada tahun 144 AH. Dia adalah seorang yg hafidh, luar biasa pengetahuannya akan Hadits, saleh dan mulia.( Thiqaat Ibn Hibban under Hisham ibn ‘Urwah)

Setelah membaca opini2 dari beberapa kaum terpelajar/sarjana terhadap Hisham, kita dapat menyimpulkan hal2 sebagai berikut:
– Kaum terpelajar dari Hadits melakukan perubahan pada cerita yg dikisahkan oleh Hisham Ibn U’rwah sementara pada saat yg sama mereka mengenali tadlees dari Hisham di beberapa Hadits yg ia kisahkan di Irak. Namun hal tersebut tidak membuat para kaum terpelajar menolak semua cerita yg ia kisahkan di Irak.
– Kritik dari beberapa kaum terpelajar hanya terbatas pada beberapa Hadits yg Hisham ceritakan pada saat ia berada di Irak. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya Hisham menggunakan frase2 (kombinasi/susunan kata) yg berbeda-beda untuk menyatakan bagaimana ia mendengarkan Hadits tersebut (rantai hubungan antar narrator/kisah, bukan textnya). Oleh karenanya, kaum terpelajar hanya mengecualikan kisah Hadits-nya di Irak, sementara sisa Hadits Hisham yg lain diterima oleh kaum terpelajar tanpa ragu, karena jelas sekali Hadits tersebut tidak bercacat.

Sebagai hasilnya, kita dapat melihat bahwa kaum terpelajar pada zaman tersebut terbiasa untuk memimpin proses analisa yg mendalam dari setiap Hadits. Analisa mereka tidak membuat mereka menolak Hadits yang bersinggungan dengan umur Aisha dikarenakan Hadits2 tersebut sahih. Lebih lagi, tidak ada seorang pun dari kaum terpelajar pada masa itu yg menolak semua Hadits yg dikisahkan oleh Hisham ibn U’rwah.

Jika TIDAK ada seorangpun dari pakar Hadits yang mempermasalahkan cerita/kisah dari Hisham ibn U’rwah, mengapa juga kita mempermasalahkan hal itu?

Note : Tadlees adalah istilah yg ditujukan pada saat seorang narator menceritakan kisah dari orang lain yg mana sebelumnya narrator tersebut telah mendengar kisah tersebut langsung dari orang yang bersangkutan, yang pada akhirnya memberikan kesan bahwa narator tersebut menceritakan kisah tersebut dari sisi orang yang bersangkutan secara langsung, padahal kenyataannya tidak demikian. Contohnya : (X) menceritakan kisah dari (Y). Umumnya (X) akan berkata: “(Y) berkata kepada kami…”sementara Tadlees akan berkata “Dari (Y)..” atau (Y) berkata..””.”

III. ARGUMEN YANG MENYATAKAN SURAH AL-QAMAR (SALAH SATU SURAH TERTUA) MENGUNGKAPKAN BAHWA AISHA ADALAH GADIS MUDA BELIA (BUKAN ANAK KECIL).

Penulis argumen ini berkata : “Menurut tradisi yg umum diterima pada masa itu, Aisha lahir sekitar 8 tahun sebelum Hijrah. Tetapi menurut kisah dari Bukhari (kitabu’l-tafseer), diinformasikan pada masa Surah Al-Qamar, telah terungkap dari Quran bab ke-54 dimana Aisha berkata “Aku adalah gadis muda”. Surah bab ke 54 dari Quran ini terungkap/diwahyukan 9 tahun sebelum Hijrah. Menurut tradisi, Aisha bukan hanya lahir sebelum pewahyuan dari surah tersebut, namun juga sebenarnya ia adalah gadis muda (jaariyah), bukan anak kecil (sibyah) pada masa itu.”

Argumen ini sama dengan argumen sebelumnya : lemah dan sesat, seperti yg akan saya paparkan lebih lanjut

TERJEMAHAN YANG BENAR DARI HADITS

Hadits tersebut telah salah diterjemahkan. Karena itu, saya memaparkan Hadits beserta terjemahannya yang benar sehingga para pembaca dapat menilai sendiri kebenarannya:

Yusuf bin Mahik menceritakan : Saya ada di rumah Aisha, Ibu dari semua umat percaya. Ia berkata “Wahyu ini “Namun Jam adalah waktu yg mereka tentukan (sebagai imbalan jasa mereka secara penuh); dan Jam akan menjadi lebih mundur waktunya dan akan jauh lebih pahit” disampaikan ke pada Muhammad di Makkah saat aku masih seorang gadis muda belia yang suka bermain2 (Jaariyah).””( Sahih Bukhari (Bahasa Arab-Eng.), vol. 6, no. 399)

Sangat jelas dari Hadits, Aisha hanya berkata bahwa ia menyaksikan pewahyuan kepada Muhammad dari salah satu ayat dari Surah pada saat dimana ia adalah gadis muda di Makkah. Darimana si Penulis mendapatkan gagasan bahwa Aisha menyaksikan Pewahyuan dari keseluruhan Surah?
Biarlah para pembaca sendiri yg menilai terjemahan yg benar dari Hadits dan membandingkannya dengan penafsiran dari si Penulis yg mengikuti nafsu sesatnya dan telah ditipu oleh Setan.

KEKURANG-OTENTIKAN KISAH-KISAH YG MENYATAKAN BAHWA AYAT INI DIWAHYUKAN/DIUNGKAPKAN 9 TAHUN SEBELUM HIJRAH

Dimana dinyatakan bahwa ayat ini diwahyukan 9 tahun sebelum Hijrah?Ayat ini hanya menyatakan bahwa Aisha adalah gadis muda pada masa itu. Penting untuk diingat bahwa adalah fakta ayat dari setiap Surah itu ciri khasnya diwahyukan secara bertahap. Itu sebabnya berkenaan dengan Surah ini, Muqatil ibn Sulaiman (One of the leading scholars of tafseer (exegesis) who took his knowledge of tafseer from Mujahahid.) berkata bahwa semua pewahyuan ini diwahyukan di Makkah kecuali 3 ayat (Fathul Qadeer) meskipun pandangan pada umumnya adalah semua ayat di Surah ini diwahyukan di Makkah. Tunjukkan mana kisah sahih yg Penulis gunakan untuk menyatakan pandangannya bahwa semua Wahyu dalam Surah diwahyukan 9 tahun sebelum Hijrah.

Beberapa poin berikut yg perlu dicatat/diingat:
a. Kebanyakan Surah2 diwahyukan dalam kurun periode waktu tertentu
b. Ada pandangan yg menyatakan bahwa beberapa ayat di Surah diwahyukan di Madinah
c. Tanggal pada saat terjadinya pewahyuan tidak dirincikan/disebutkan dalam kisah manapun.

Oleh karena itu, Penulis diminta untuk membuktikan bahwa ayat dimana Aisha menceritakan wahyu yang dia saksikan di Makkah adalah memang benar 9 tahun sebelum Hijrah.

TAHUN KELAHIRAN DARI AISHA SEPERTI YG DINYATAKAN DALAM BIOGRAFI
Saya mengutip biografi Aisha dibawah ini dari beberapa sumber/buku yg otentik
– Al-Mizzi berkata: “Dia (Aisha) menikah dengan Nabi Muhammad 2 tahun sebelum Hijrah seperti yg dikatakan oleh Abu U’baida dan yg lainnya mengatakan kejadian itu terjadi 3 tahun sebelum Hijrah sementara ada juga pendapat lain yg mengatakan 1.5 tahun sebelum Hijrah atau saat dimana Aisha berumur 6 tahun. Aisha menikah di Madinah setelah perang Badr di Shawwal tahun ke2 setelah Hijrah ketika dia berumur 9 tahun. Ada lagi pendapat lain yg mengatakan kejadian itu terjadi di Shawwal setelah 18 bulan dari Hijrah” (Tahdheeb al Kamaal, 35/227)
– Ibn Hajr berkata: “Az-Zubair ibn Bakkar dan yg lainnya berkata: Dia meninggal pada tahun ke 58 setelah Hijrah sementara Ibn ‘Uainah menceritakan dari Hisham bahwa Aisha meninggal pada tahun ke 57 setelah Hijrah” (Tahdheeb at-Tahdheeb, 12/436 and U’*** Al-Athar, 2/395)
– Al-Zarakli berkata : Aisha dilahirkan 9 tahun sebelum Hijrah dan meninggal pada saat 58 AH (Al-A’laam, 3/240 (Print Number 7; 1986 by daarul I’lm lilmalayeen))

IV. ARGUMEN YG MENYATAKAN BAHWA SIAPAPUN YANG DIBAWAH 15 TAHUN TIDAK DIPERKENANKAN/DIIZINKAN UNTUK BERPARTISIPASI DALAM PERANG, DAN BAHWA AISHA BERPARTISIPASI BAIK PERANG BADR MAUPUN PERANG UHUD.

Penulis argumen ini berkata : “Menurut beberapa kisah, Aisha ikut menemani Muslim2 dalam perang Badr dan Uhud. Lebih jauh lagi, juga dilaporkan di buku2 Hadits dan sejarah bahwa tidak ada seorangpun yg berusia dibawah 15 tahun diperkenankan/diizinkan untuk mengambil bagian dalam perang Uhud. Semua anak laki2 yg berumur dibawah 15 tahun dikirim balik pulang. Aisha yg berpartisipasi dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa saat itu ia tak mungkin berumur 9 atau 10 tahun. Lagian biasanya wanita2 menemani pria dalam medan perang untuk membantu mereka, bukan untuk menambah beban mereka”

Kesimpulan dan penafsiran dari penulis menunjukkan kurang pengertian akan bahasa Arab, dan juga kurangnya pengetahuan mengenai Hadits, fiqh (Islamic jurisprudence) dan sains.

15 TAHUN ADALAH UMUR DIMANA PRIA MENCAPAI PUBERTAS
Hadits sahih, yang digunakan si Penulis, menyatakan hal sebagai berikut:

Telah dikisahkan atas seizin dan otoritas dari Ibn ‘Umar yang berkata : “Rasul menginspeksi aku di medan perang pada hari Uhud, dan aku berumur 14 tahun. Dia tidak mengizinkan aku mengambil bagian dalam perang. Nabi menginspeksi aku pada Hari Khandaq dan pada waktu itu aku sudah berumur 15 tahun, dan beliau mengizinkan aku mengambil bagian dalam perang. Nafi’ berkata: Saya datang kepada ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz yg merupakan khalifah dan menceritakan tradisi ini kepadanya. Dia berkata : Sungguh, ini adalah pemisahan antara apa yg minor dan mayor. Maka Ia menulis surat kepada Gubernur bahwa mereka harus membayar tunjangan nafkah bagi orang2 yg berumur 15 tahun, namun harus menjaga dan memelihara siapa saja yg umurnya kurang dari 15 tahun diantara anak2 tersebut.” (Sahih Muslim (Eng. Trans.), no. 4605)

Dikisahkan oleh Ibn ‘Umar: Rasul memanggilku untuk menghadapnya pada malam perang Uhud saat aku berumur 14 tahun pada saat itu, beliau tidak mengizinkan aku mengambil bagian dalam perang, namun kembali Ia memanggilku di malam perang Trench ketika aku berumur 15 tahun, dan kali ini beliau mengizinkan aku untuk bergabung dalam mengambil bagian dalam perang. Nafi’ berkata : Aku pergi kepada ‘Umar bin ‘Abdul Aziz yg pada saat itu adalah khalifah menceritakan kisah tersebut kepadanya. Dia kemudia berkata, “Umur 15 tahun ini adalah masa peralihan anak laki2 menjadi pria dewasa. (That is to say, if a boy does not experience one or both signs of puberty (ejaculation or the growth of pubic hair) by the age of fifteen, then the completion of fifteen years of age is his attainment of maturity whether or not the signs of puberty have yet become manifest.)” Dan kemudian ia menulis surat kepada Gubernur untuk memberikan upah bagi mereka yg sudah mencapai usia 15 tahun. (Sahih Bukhari (Bahasa Arab-English), vol. 3, no. 832)

Imam An-Nawawi menaruh Hadits ini pada Judul “Umur seseorang mengalami pubertas” dan berkata “Usia 15 tahun adalah usia dimana seorang anak laki-laki menjadi seorang prajurit perang dan mengambil bagian untuk memimpin sama seperti lelaki dewasa.” (Sharh Sahih Muslim, 12/13)

Kemudian Ia berkata “Berkenaan dengan Hadits ini, Imam Ash-Shafi, Al-Azwa, Ibn Wahb dan Iman Ahmad beserta yg lainnya berkomentar bahwa umur 15 tahun adalah umur dimana anak laki-laki mencapai pubertas”. (Sharh Sahih Muslim, 12/13)

Sangat jelas bahwa umur 15 tahun ini hanya berlaku bagi laki-laki. Hal ini sudah dijelaskan sejelas-jelasnya dari Hadits itu sendiri, karena usia 15 tahun adalah usia dimana anak laki-laki tumbuh menjadi pria dewasa. Di masa perang, ketika seorang anak laki-laki mencapai usia tersebut, anak tersebut mengemban tanggung jawab yg sama dengan pria dewasa.

Al-Hafith Ibn Hajr menyatakan dalam komentarnya akan Hadits ini ketika ia menjelaskan penafsiran dari beberapa sarjana/kaum terpelajar berkenaan dengan Hadits ini:
Selanjutnya, beberapa kaum terpelajar Maliki menyatakan bahwa kejadian ini adalah kejadian dimana seseorang melatih jiwa kepemimpinan atas dirinya sendiri, bukan kepemimpinan secara pada umumnya (memimpin para pria). Selanjutnya, adalah mungkin bahwa anak tersebut mencapai umur pubertasnya pada umur tersebut (15 tahun) dan oleh karena itu diizinkan untuk mengambil bagian dalam perang.( Fath Al-Bari, commentary on hadeeth no. 2521)

BUKTI BAHWA ANAK KECIL (LAKI-LAKI YANG BELUM MENGALAMI MASA PUBERTAS) JUGA MENGAMBIL BAGIAN DALAM PERANG

Telah terbukti dari Hadits sahih bahwa anak kecil juga mengambil bagian dalam peperangan.
Anas menceritakan : Haritha adalah seorang martir pada hari dimana terjadi Perang Badr, dan dia adalah bocah cilik laki-laki (ghulam : seorang laki-laki yang belum mencapai pubertasnya) kemudian ibunya datang kepada Nabi dan berkata “O Rasul, engkau tahu betapa aku mengasihi Haritha. Jika ia berada di Surga, saya akan tetap sabar, dan berharap akan hadiah dari Allah, namun jika tidak demikian, maka lihatlah apa yang akan kulakukan”. Nabi berkata “Biarlah Allah mengampunimu, apakah engkau sudah tidak waras? Apa engkau mengira hanya ada satu Surga? Ada banyak Surga dan anakmu berada di Surga tingkat tertinggi, Surga dari Al-Firdaus” (Sahih Bukhari (Bahasa Arab-English), vol. 5, no. 318. Also narrated in Musnad Ahmad, no. 13831 and
Musnad Abi Ya’la, no. 3500)

‘Abdur Rahman bin ‘Auf menceritakan : “Ketika aku sedang berperang di barisan depan pada hari dimana terjadinya Perang Badr, tiba2 aku berbalik kebelakang dan melihat disamping kanan-kiriku dua anak laki-laki dan merasa tidak aman berdiri diantara mereka. Salah satu diantara mereka bertanya secara diam-diam kepadaku agar temannya tidak mendengar. “Wahai Paman! Tunjukkan padaku Abu Jahl.” Aku berkata, “Wahai anak kecil, apa yang akan kau lakukan kepadanya?”, Anak tersebut berkata “Aku berjanji kepada Allah jika aku melihatnya (Abu Jahl), aku akan membunuhnya atau aku yg terbunuh sebelum aku membunuhnya” Kemudian temannya yg lain juga mengatakan dengan diam-diam hal yg sama persis dengannya. Aku tidak akan merasa senang menjadi orang tengah diantara keduanya. Maka aku menunjukkan Abu Jahl kepada mereka. Kemdian keduanya menyerang Abu Jahl seperti layaknya elang hingga mereka mengalahkannya. Kedua anak tersebut adalah anak dari ‘Afra (anak dari perempuan Ansari) ” (Sahih Bukhari (Bahasa Arab-English), vol. 5, no. 324.)

Sepertinya si penulis gagal untuk membedakan antara orang2 yg mengambil bagian dalam perang sebagai prajurit perang dan orang2 yg tetap tinggal di barisan belakang untuk merawat prajurit/tentara perang. Kriteria yg dibutuhkan untuk masing2 tipe prajurit ini adalah sangat berbeda, karena itu membandingkan keduanya adalah hal yang tidak valid.

Karena itu saya akan memberikan tantangan kepada Penulis sebagai berikut:
– Tolong tunjukkan satu Hadits saja yg menyatakan dengan jelas bahwa umur 15 tahun adalah usia minimum bagi perempuan untuk mengambil bagian dalam perang
– Tolong tunjukkan bukti Hadits yg mengatakan bahwa umur 15 tahun juga berlaku bagi wanita dengan menunjukkan pernyataan2 dari sarjana/kaum terpelajar terkemuka baik sarjana/kaum terpelajar di masa lalu maupun masa sekarang.

V. ARGUMEN YG MENYATAKAN BAHWA ASMAA BERUMUR 10 TAHUN LEBIH TUA DARI AISHA, DAN IA MENINGGAL PADA USIA KE 100 DI 73 AH

Menurut sejarahwan (hampir seluruhnya), Asmaa, kakak dari Aisha 10 tahun lebih tua dari Aisha. Hal ini dilaporkan dalam Taqri’bu-l-tehzi’b sama juga seperti dalam Al-bidayah wa’l-nihaya bahwa Asmaa meninggal pada 73 Hijrah ketika ia berumur 100 tahun. Jelas jika Asma berusia 100 tahun pada 73 Hijrah maka seharusnya ia berumur 27 atau 28 tahun pada masa Hijrah, dan Aisha seharusnya berumur 17 atau 18 tahun pada saat itu. Oleh karena itu, Aisha, jika ia menikah pada 1 AH (setelah Hijrah) or 2 AH, maka umurnya antara 18 – 20 tahun pada saat perkawinannya dengan Nabi.

Argumen ini didasarkan pada 2 poin, yg akan saya sebutkan dan sanggah sesuai dengan poin tersebut:
1. Perbedaan umur Asmaa dan Aisha
2. Kisah yg menyebutkan umur dari Asmaa

PERBEDAAN UMUR ANTARA ASMAA DENGAN AISHA

Perbedaan umur antara Asmaa dan Aisha diceritakan oleh sejarahwan, hanya dari perkataan Ibn Abee Az-Zinaad yg tidak hidup pada masa Asmaa dikarenakan ia berasal dari Atbaa’ at-Tabi’een (Generasi ketiga, ex: orang yg bertemu dengan orang yg bertemu dengan teman2nya Nabi). Dia hanya dipercaya oleh segelintir orang, jauh lebih banyak yg tidak mempercayainya. Selanjutnya, kebanyakan sarjana/kaum terpelajar yg menjadi sumbernya, tidak pernah melihat Asmaa. Karena itu kisah tersebut tidak dapat diterima dikarenakan rantainya munqati (tidak berlanjut/terputus)

note =>It is when the chain has a missing link between the Successors and the Companion. Ibn Hajr added that the break may occur at more than one place in the chain.

Jika kita hendak menerima kisah yg sangat lemah ini, maka kita juga harus menerima/mengakui pernyataan yg dibuat setelah menyebutkan kata2 dari Ibn Abee Az-Zinaad oleh sejarahwan yg menceritakan kisah tersebut. Imam Adh-Dhaabi berkata : “Ibn Abee Az-Zinaad berkata: Dia, Asmaa ibn Abee Bakr lebih tua 10 tahun dari Aisha”. Jika saya berkata hal ini benar, maka umur Asmaa pada saat ia meninggal seharusnya 91 tahun. Namun sebaliknya, Hisham ibn ‘Urwah berkata: Ia hidup 100 tahun dengan gigi yg masih lengkap. (Tareekh Al-Islam, 5/354)

KISAH YANG MENYATAKAN UMUR DARI ASMAA

Umur dari Asma hanya diceritakan oleh Hisham Bin ‘Urwah, yang kisahnya di Irak ditolak mentah2 oleh Penulis. Terdapat hubungan berantai antar narrator dalam kisah dimana disebutkan umur Asmaa, dimana narrator tersebut adalah berasal dari Irak, namun seperti yang kita lihat, si Penulis menerima kisah ini dikarenakan kisah tersebut sesuai dengan kebutuhan argumentasinya. Demi kepentingan berargumentasi, saya akan menerima kisah ini dan setuju bahwa umur dari Asmaa adalah 100 tahun ketika ia meninggal, meskipun para sejarahwan sendiri tetap netral/tidak memihak, tidak menyokong kisah ini mempunyai karakteristik atau kesamaan dengan kisah2 yg lain.

Argumen dari penulis tidak membuktikan apa2 mengenai umur dari Aisha, karena argument ini didasarkan pada kisah dari Ibn Abi Al-Zinaad, yg sudah kita sanggah sebelumnya dikarenakan kisahnya yg jelas2 lemah.

APAKAH SEJARAHWAN SETUJU DENGAN APA YANG DISEBUTKAN OLEH PENULIS?

Sebagai hasilnya, Saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepada Penulis dikarenakan dia menyebutkan dalam argumennya bahwa kebanyakan para sejarahwan setuju dengan informasi ini (informasi bahwa umur Asmaa 10 tahun lebih tua dari Aisha)
a. Di buku sejarah manakah seperti yg dikutip oleh Penulis bahwa kebanyakan kaum sejarahwan setuju dengan informasi tersebut?
b. Apakah dengan mengumpulkan kisah2 dalam buku sejarah berarti si Penulis setuju akan hal itu? Tentu saja tidak, karena kaum sejarahwan menyebutkan juga kisah2 yg lain, dan kisah2 tersebut sahih bahwa umur Aisha adalah 6 tahun saat ia menikah
c. Dikarenakan pendapat dari Penulis yg menyatakan bahwa kebanyakan sejarahwan setuju dengan isu ini, dapatkah si Penulis menyebutkan nama2 orang yg menentang pendapat tersebut? (Perlu dicatat bahwa kaum sejarahwan tidak pernah saling sepakat akan informasi yg menyatakan bahwa beda umur Asmaa dan Aisha adalah 10 tahun)
d. Buku yg dikutip oleh si Penulis mengandung banyak kisah lain yang menyanggah dan bertentangan dengan gagasan/pandangannya. Yang ingin saya tanyakan adalah, bagaimana bisa si Penulis hanya menerima kisah yang sesuai/fit dengan kepentingannya untuk berargumentasi, sedangkan dengan mudah ia menolak mentah2 sisa2 kisah dari buku tersebut, sekalipun apa yg Penulis tolak sudah disetujui dan terbukti oleh Hadits sahih?

VI. ARGUMEN YANG MENYATAKAN BAHWA KEEMPAT ANAK DARI ABU BAKR DARI 2 PERKAWINAN PERTAMANYA DILAHIRKAN PADA JAMAN JAAHILIYAH (zaman Pra Islam)

Penulis argumen ini menyatakan : “Tabari dalam tulisannya akan sejarah Islam, saat menyebutkan Abu Bakr, melaporkan bahwa Abu Bakr mempunyai 4 anak dan keempat2nya dilahirkan semasa zaman Jaahiliyah, masa pra Islam. Jelas, jika Aisha dilahirkan pada masa Jaahiliyah, tidak mungkin Aisha umurnya kurang dari 14 tahun di masa 1 AH, waktu yg mendekati masa perkawinannya.”

Lagi-lagi Penulis nampaknya mencoba untuk menyesatkan pembaca dengan memutar balikkan kata2 dan menerjemahkan kata2 dari Imam At-Tabari sesuai dengan kepentingannya berargumentasi, dimana penerjemahan ini jelas2 salah. Kembali hal ini menyingkapkan kurangnya pengetahuan si Penulis akan bahasa Arab.

KUTIPAN UTUH DARI IMAM AT-TABARI

Inilah kutipan secara utuh dari buku sejarah yg ditulis oleh Imam At-Tabari:
At-Tabari berkata dalam bukunya Sejarah Islam:

“Ali ibn Muhammad menceritakan bahwa seseorang menambahkan kata2 dari gurunya, bahwa Abu Bakr menikah selama zaman Pra Islam dengan Qateelah, dimana hal ini juga disetujui oleh Al-Kalbi juga, mereka berkata : Dia adalah Qateelah bin Abdul Uzza ibn Abd ibn As’ad ibn Jaabir ibn Maalik ibn Hasal ibn A’mir ibn Luai yg melahirkan Abdullah dan Asmaa. Abu Bakr juga menikah pada zaman Pra Islam dengan Umm Rooman bin A’mir ibn Umair ibn Dhahl ibn Dahmaan ibn Al-Haarith ibn Ghanam ibm Maalik ibn Kinaanah dan sumber lain mengatakan dia adalah Umm Rooman bin A’mir ibn Uwaimir ibn Abdush Shams ibn Utaab ibn Udhinah ibn Subai ibn Dahmaan ibn Al-Haarith ibn Ghanam ibm Maalik ibn Kinaanah yang melahirkan Aisha dan Abdur Rahman. Jadi keempat anaknya dilahirkan oleh kedua istrinya yg telah kita sebutkan diatas, yang dinikahi Abu Bakr selama masa Pra Islam” (Tarikh At-Tabari, 2/351)

Hal2 yg perlu diingat:

  1. At-Tabari tidak pernah berkata bahwa keempat anak Abu-Bakr dilahirkan pada masa Jaahiliyah sama sekali. Dia berkata dua istri Abu Bakr, yg ia sebutkan diatas, menikah dengan Abu Bakr pada masa Jaahiliyah
  2. At-Tabari tidak pernah menyebutkan tahun kelahiran anak2 Abu Bakr, demikian juga dengan tahun dimana Abu Bakr menikahi kedua istrinya.
  3. Cerita tersebut tidak mempunyai hubungan berantai antar narrator secara utuh.
VII. ARGUMEN YG MENYATAKAN BAHWA AISHA MEMELUK ISLAM JAUH SEBELUM MASA DARI UMAR IBN AL-KHATTAB MEMELUK ISLAM

Penulis argumen ini menyatakan : “Menurut Ibn Hisham, sang sejarahwan, Aisha memeluk Islam jauh sebelum masa dari Umar ibn Al-Khattab memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Aisha memeluk Islam selama tahun pertama dari Islam. Sementara, jika kisah yg menceritakan Aisha menikah pada umur 7 tahun ini dianggap benar, maka Aisha seharusnya tidak dilahirkan pada masa tahun pertama dari Islam. Menurut Ibn Hisham, Aisha adalah orang ke-20 atau 21 yg memeluk Islam (Al Shirah al-Nabawiyyah, Ibn Hisham, vol 1, hal 227-234, Bahasa Arab, Maktabah al-Riyadh al-hadeeth, Al-Riyadh) sementara orang2 yg sudah memeluk Islam sebelum ‘Umar ibn al-Khattab adalah sebanyak 40 individu/orang. (Al-Sirah al-Nabawiyaah, Ibn Hisham, Vol 1, hal 295, Bahasa Arab, Maktabah al-Riyadh al hadeeth, Al-Riyadh)”

Argumen ini hanya beralas pada satu poin : tahun dimana Umar ibn Al Khattab memeluk Islam. Argumen ini bukan hanya rapuh sama seperti argument sebelumnya tapi juga menyesatkan seperti yg akan saya tunjukkan berikut ini

TAHUN DIMANA UMAR IBN AL-KHATTAB MEMELUK ISLAM

Umar ibn Al-Khattab memeluk Islam pada tahun ke 9 setelah masa permulaan pewahyuan kepada Nabi Muhammad. Berikut ini bukti yg diambil dari beberapa sumber, termasuk sumber yg sama yg digunakan Penulis untuk mendukung argumentasinya:

Ibn Sa’d berkata: “Muhammad ibn Umar berkata kepada kami bahwa Usamah ibn Zaid ibn Aslam berkata kepadanya bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa kakeknya berkata kepada ayahnya : “Saya mendengar Umar ibn Al-Khattab berkata : Saya dilahirkan 4 tahun sebelum kejadian Besar Fujjar.” Dia masuk Islam pada tahun ke-6 setelah pesan Islam ada, waktu dia berumur 26 tahun. Kakeknya berkata juga hal yg sama : Abdullah ibn Umar biasanya berkata: Ayahku (Umar) masuk Islam ketika aku berumur 6 tahun” (60Al-Tabaqat Al-Kubra, 3/250)

Ibn Ishaaq berkat: “Umar ibn Al-Khatab memeluk Islam setelah Muslim2 berimigrasi ke Abyssinia (nama masa kuno untuk Ethiophia)” (Seerah An-Nabawiyyah by Ibn Katheer, 2/32 and Seerah Ibn Hisham, 2/193)

Fakta sederhana ini menyanggah pendapat yg mengatakan bahwa Umar adalah orang ke-40 yg memeluk Islam dikarenakan Muslim2 yg bermigrasi ke Ethiopia itu lebih dari 80 orang (63Seerah Ibn Hisham, 2/193). Abdullah ibn Umar menceritakan pada masa itu ia adalah seorang ghulam (istilah yg digunakan untuk menggambarkan orang yg masih muda belia, namun sudah mampu membuat penilaian yg masuk akal) ketika Umar ibn Al-Khattab menyatakan ke-Islaman-nya didepan publik. (Seerah Ibn Hisham, 2/193 and Seerah An-Nabawiyyah by Ibn Katheer, 239)

Mari kita perhatikan dengan seksama penanggalan pada kutipan diatas:
Kutipan pertama:
Umur Abdullah ibn Umar pada masa Umar memeluk Islam adalah 6 tahun
Umar memeluk Islam 6 tahun setelah permulaan wahyu yg diterima oleh Nabi
Kutipan kedua:
Umar memeluk Islam setelah migrasi pertama ke Abyssinia.
Kutipan ketiga:
Abdullah ibn Umar menyatakan bahwa ayahnya memeluk Islam ketika ia masih ghulam (dibawah umur 9 tahun).

Dari kutipan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa penentuan tanggal dari Umar memeluk Islam adalah didasarkan pada umur anaknya. Pada Hadits sahih yg telah kita rujuk sebelumnya, menyatakan bahwa Abdullah ibn Umar berumur 14 tahun pada masa perang Uhud. Perang ini terjadi pada tahun ke-3 atau 4 setelah Hijrah. Kita juga tahu bahwa Nabi tinggal di Makkah selama 13 tahun setelah menerima pewahyuan. Oleh karena itu, berdasarkan berdasarkan informasi penanggalan ini, Umar ibn Al-Khattab memeluk Islam pada tahun ke-9 setelah masa pewahyuan kepada Nabi.
Berikut ini adalah urutan waktu untuk mendemonstrasikan kejadian2 tersebut:

Pra Hijrah (Tahun permulaan pewahyuan kepada Nabi)
– Tahun ke 5 => Aisha lahir
– Tahun ke 9 => Abdullah berusia 6 tahun
– Tahun ke 9 => Umar memeluk Islam

Hijrah => (tahun ke 13)

Pasca Hijrah
– Tahun ke 2 =>Pernikahan Aisha
– Tahun ke 3 / 4 => Perang Uhud
– Tahun ke 3 / 4 => Abdullah berusia 14 tahun

VIII ARGUMEN YANG MENYATAKAN BAHWA KATA “BIKR” TIDAK DIGUNAKAN SEBAGAI KATA UNTUK MERUJUK SEORANG GADIS MUDA.

Penulis argumen ini berkata :”Menurut kisah yg diceritakan Ahman ibn Hanbal, setelah kematian Khadijah, ketika Khaulah datang kepada Nabi dan menasihatinya untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada pilihan apa yg ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata:’Engkau dapat menikahi seorang perawan (bikr) atau wanita yg sudah pernah menikah (thayyib). Ketika Nabi bertanya siapa gadis perawan tersebut, Khaulah mengajukan nama Aisha. Siapapun yg mengerti bahasa Arab sadar bahwa kata ‘bikr’ dalam bahasa Arab tidak ditujukan kepada gadis 9 tahun yg belum dewasa. Kata yg benar untuk gadis muda yg suka bermain-main seperti yg sudah saya nyatakan sebelumnya adalah ‘jaariyah’. ‘Bikr’ sebaliknya, digunakan untuk merujuk kepada wanita yg belum pernah menikah, dan sangat jelas gadis 9 tahun bukanlah seorang wanita. ”

Penulis sepertinya adalah penyanggah/penentang yg mengambil keuntungan dari kekurang-pahaman pembaca akan dasar2 perbendaharaan kata Arab ATAU penulis adalah orang yg terang2an meremehkan kemampuan intelek/berfikir dari pembaca. Namun dari cara dia menggunakan kata2 dari kalimatnya, terlihat bahwa dia menunjukkan boroknya sendiri akan kekurang-pahaman akan bahasa Arab. Apa lagi yg bisa kita harapkan dari orang yg cuman sekedar bisa mem-beo dari kata2 orang lain?

DEFINISI DARI BIKR DAN JAARIYAH
Argumen ini merujuk pada kata bikr dan jaariyah. Definisi dari kata2 tersebut adalah sebagai berikut:
Bikr secara umum artinya adalah anak sulung tetapi mempunyai arti tambahan, yg dapat juga digunakan untuk merujuk perempuan yg belum pernah bersetubuh dengan laki-laki (Al-Muheet Fi Al-Lugha, 2/49).

Bikr adalah seorang Jaariyah yg masih perawan dan pengertian Bikr pada wanita adalah seseorang yg belum pernah bersetubuh dengan laki-laki (Lisan Al-A’rab, 4/76).
Pengertian pada umumnya adalah setiap gadis yg masih muda belia/cilik disebut sebagai Jaariyah, jadi penggunaan kata jaariyah berhubungan/merujuk kepada umur. Namun kata Bikr adalah kata yg menjelaskan seorang perempuan yg masih perawan terlepas dari apakah mereka masih muda atau dewasa. Sebagai tambahannya, maksud dari Khaulah dalam pertanyaannya kepada Nabi adalah apakah Nabi berkeinginan untuk menikahi seseorang yg belum pernah menikah sebelumnya ATAU seseorang yg sudah pernah menikah sebelumnya.

IX ARGUMEN YANG MENYATAKAN BAHWA FATIMAH 5 TAHUN LEBIH TUA DARI AISHA DAN IA DILAHIRKAN 5 TAHUN SEBELUM MUHAMMAD MENCAPAI MASA KENABIAN-NYA.

Penulis argumen ini berkata : “Menurut Ibn Hajar, Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisha. Fatimah dilaporkan bahwa ia lahir ketika Nabi berumur 35 tahun. Jika informasi ini benar adanya, umur Aisha tidak kurang dari 14 tahun pada saat Hijrah, 15 atau 16 tahun pada saat pernikahannya. Pernyataan asli Ibn Hajar dan terjemahannya dan referensinya adalah sebagai berikut : Fatimah dilahirkan pada masa dimana Ka’bah dibangun, ketika Nabi berumur 35 tahun. Dia (Fatimah) berumur 5 tahun lebih tua dari Aisha (Al-isbah fitamyizi’lsahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol 4, hal 377, Bahasa Arab,Maktabatu’l-Riyadh alhadeetha, al-Riyadh, 1978)”

Sangat penting untuk bersikap objektif ketika sejarah didiskusikan, dan sepertinya Penulis kurang akan hal ini dikarenakan keputus-asaannya untuk mencari argument apapun yg mendukung gagasan/pandangan pribadinya. Referensi diatas yg digunakan oleh Penulis, telah diambil sepotong-potong dengan cara yg sangat menyesatkan dan keluar dari konteks aslinya.

KUTIPAN SESUNGGUHNYA DARI IBN HAJR
Berikut ini beberapa bagian yg Penulis dengan gampangnya ubah/hilangkan, dikarenakan bagian ini bertentangan dengan argumennya:

Ibn Hajr berkata (sebelum kutipan tersebut/kutipan yg diambil Penulis):“Telah terjadi masalah mengenai perbedaan pendapat tahun Fatimah dilahirkan”
Kemudian Ibn Hajr berkata lagi setelah kutipan tersebut: “Abu Umar menceritakan bahwa Ubaidullah ibn Muhammad ibn Sulaiman ibn Ja’far Al-Hashemi berkata :”Fatimah dilahirkan ketika Nabi berumur 41 tahun, tahun dimana sudah hampir setahun atau lebih saat Nabi mendapatkan pewahyuannya. Dan dia lebih muda 5 tahun dari Aisha. Ali juga menikah dengan Fatimah pada tahun kedua setelah Hijrah pada bulan Muharram, yang merupakan 4 bulan setelah pernikahan Aisha, dan sumber lain juga menceritakan kisah yg sama.”” (Al-Isabah fi Tamyizi’l-sahabah, 4/377)

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa dikarenakan banyak jumlah kisah dalam sejarah yg berhubungan dengan topik pernikahan Aisha, maka tidak ada satupun kisah yg dapat dengan mudah dipilih sebagai bukti KECUALI kisah tersebut lolos kualifikasi setelah narratornya diperiksa dengan seksama, conteks dan text dari Hadist tersebut oleh kaum terpelajar/sarjana Islam yg dipercaya.

EPILOG – NASIHAT TERAKHIR

Saya sudah menyediakan bukti2 yg cukup dalam tulisan saya untuk menunjukkan umur Aisha adalah 9 tahun pada saat pernikahannya dengan Nabi dan hal ini adalah masalah konsensus (persetujuan yg diterima secara umum) diantara kaum terpelajar/sarjana, termasuk sejarahwan Muslim yg bukunya digunakan sebagai “bukti” yg digunakan si Penulis.

SI Penulis bergantung pada buku2 sejarah, yg sebenarnya juga menceritakan bahwa umur Aisha adalah 9 tahun pada saat pernikahannya. Namun, jelas2 ganjil bahwa si Penulis hanya mengakui/mendukung statement2 yg mendukung argumentasinya namun dengan mudah mengabaikan sisa2 statement lain yg bertentangan dengan opininya sementara sisa2 statement terarkhir terbukti sahih dan disetujui oleh kaum terpelajar/sarjana Muslim.

Metode cut and paste yg digunakan Penulis adalah bias, sangat menipu, dan pada kenyataannya menghapuskan kredibilitas dari si Penulis. Tidak ada hal yg bermanfaat yg dapat dicapai oleh seseorang yg menghalalkan segala cara untuk mempropagandakan idenya yg menyesatkan. Kita mencari tempat perlindungan dari Allah dari penyesatan ini dan penipuan dari Syaatan (Setan).

Saya hendak menasihatkan kepada diri saya sendiri dan saudara/i Muslimku bahwa kita hidup di masa2 yg sukar. Karena itu kita harus memproteksi diri kita dengan pengetahuan yg benar dari sumber yg sahih/asli. Setelah mencari perlindungan dari Allah dari pencobaan2 ini, tidak ada perlindungan yg lebih berarti selain membentengi diri kita dengan KEBENARAN. Ibn Sireen (A student of one of the Companions of the Prophet) mengatakan kata2 yg sederhana ini, dimana di waktu yg akan datang, dapat menjadi petunjuk yg sangat diperlukan bagi para kaum terpelajar, “Pengetahuan ini adalah pengetahuan agama, oleh karena itu berhati-hatilah dengan kepada siapa engkau memperoleh pengetahuan tersebut”.

Jadi mari kita tidak membiarkan telinga kita untuk mendengarkan hal2 yg meragukan yg disebarkan oleh musuh2 Islam, terutama mereka orang2 munafik yg telah menjadi juru bicara bagi orang2 kaffir, yang hanya sekedar mengeluarkan gema/sekedar membeo dikarenakan penyakit yg sudah mewabah dalam hati mereka. Mereka2 inilah yg dikatakan Allah:

Orang-orang tersebut adalah orang2 yg membuang2 waktu dan tenaga dalam hidupnya, sementara mereka sedang mengira bahwa mereka memperoleh kebaikan dengan perbuatan mereka.( Surah Al-Kahf (18):104)

Hanya Allah saja yg mengetahui hal terbaik.

Ditulis oleh seseorang yg terus menerus membutuhkan pengampunan dan belas kasihan dari Allah,
Ayman bin Khalid

9 responses to “Muslim Bantah Shavanas ttg Usia Aisya/Aisha

  1. Calis Agustus 28, 2014 pukul 6:48 pm

    Kalo kalian baca dari awal…tulisan diatas adalah bersumber dari situs Islam AHLI SUNNAH sendiri.
    ( http://ahlalhdeeth.com/vbe/index.php )
    Kalau masih MALU mengakui Rosulluloh meniduri Aisyah yg berumur 9 tahun.. mending kalian MURTAD SAJA..!!!

  2. Harry Suryana Maret 10, 2014 pukul 1:24 pm

    bung tahu ga “Semua hadits Umur ‘Aisyah perawinya sanad-nya hanya dari garis Hisyam bin Urwah dan ayahnya, Urwah bin Zubair. Tidak ada yang lain. Tidak ada sahabat-sahabat Nabi lainnya yang menceritakan umur ‘Aisyah radhiallahu ‘anha saat menikah”

    Bukhari dan Muslim tidak mempersoalkan perawi hadits tentang umur ‘Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah, karena dianggap memang bukan hadits Nabi, namun hanya riwayat dari sahabat. Salah satu prinsip ulama hadits yang dinukilkan oleh Baihaqi adalah:

    “Apabila kami meriwayatkan hadits mengenai halal dan haram dan perintah dan larangan, kami menilai dengan ketat sanad-sanad dan mengkritik perawi-perawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang fazail (keutamaan), pahala dan azab, kami mempermudahkan tentang sanad dan berlembut tentang syarat-syarat perawi.” (Fatehul-Ghaith, ms 120).

    jadi begitulah para ulama menafsirkan umur aisyah saat dinikahi nabi, jadi hadits tersebut belum tentu kebenarannya karena bukan hadits nabi

  3. Harry Suryana Maret 10, 2014 pukul 12:03 pm

    Astaghfirullah.. bisa aja nih blog ,
    blog mengatkan : Kemudian Ibn Hajr berkata lagi setelah kutipan tersebut: “Abu Umar menceritakan bahwa Ubaidullah ibn Muhammad ibn Sulaiman ibn Ja’far Al-Hashemi berkata :”Fatimah dilahirkan ketika Nabi berumur 41 tahun, tahun dimana sudah hampir setahun atau lebih saat Nabi mendapatkan pewahyuannya. Dan dia lebih muda 5 tahun dari Aisha. Ali juga menikah dengan Fatimah pada tahun kedua setelah Hijrah pada bulan Muharram, yang merupakan 4 bulan setelah pernikahan Aisha, dan sumber lain juga menceritakan kisah yg sama.

    nabi : 41 th
    fatimah : baru lahir 0 th
    aisyah : 5 th

    umur nabi saat menikah dengan aisyah : 52 th
    artinya umur aisyah saat menikah dengan nabi : 16 tahun dong

    blognya ngawur n pusing sendiri bilang umur aisyah 7 th saat dinikahi nabi
    maaf sebelumnya.. sebelum anda membaca buku dan menafsirkannya sendiri sebaiknya anda belajar berhitung dulu

    dan satu lagi , blog mengatakan :Bikr adalah seorang Jaariyah yg masih perawan dan pengertian Bikr pada wanita adalah seseorang yg belum pernah bersetubuh dengan laki-laki (Lisan Al-A’rab, 4/76).
    Pengertian pada umumnya adalah setiap gadis yg masih muda belia/cilik disebut sebagai Jaariyah
    kelihatan bgt anda menambah2kan kata /cilik dibelakangnya,
    bahasa indonesia anda sepertinya kurang yah?? gadis = perempuan puber yg masih perawan, kl di indonesia umurnya antara 11 tahun ke-atas, kl 7 th ya namanya anak kecil bukan gadis
    “kl artinya gadis ya gadis jangan dijadikan jadi anak kecil” , nah sekarang siapa yg salah menterjamahkan nih??

    realita aja bung , kl anda merujuk pada buku2 dan riwayat2 yg anda baca semua itu ada benar dan tidaknya
    dan yg saya yakini adalah Alquran, hadits,dan akal pikiran karena Allah menciptakan manusia untuk selalu menggunakan akalnya

  4. kulup November 1, 2013 pukul 11:15 pm

    artikel keblinger yg mau menghancurkan islam…

  5. sudiryo gm April 1, 2013 pukul 1:31 pm

    penulis tajuk ini sendiri yg menggunakan cut dan paste utk mendukung argumennya yg salah.

  6. sudiryo gm April 1, 2013 pukul 1:29 pm

    seorang nabi gak mungkin menikahi gadis cilik

  7. Anonim Januari 31, 2013 pukul 1:49 am

    yg buat tajuk berita ini tdk jelas.. malah saya melihat hny utk meragukan umat Islam.. klw gk bs buat infromasi jgn buat deh bung!!!

  8. Anonim Januari 31, 2013 pukul 1:47 am

    doesn’t make sense!!

Tinggalkan Balasan ke kulup Batalkan balasan